Rabu, 08 Juli 2009

Pilpres sukses .... alhamdulillah. Apapun hasilnya, itulah yang terbaik. Mari membangun bangsa ini menjadi lebih baik lagi.


Tayangan Metro pagi dalam acara Editorial Media Indonesia menurut saya baik sekali, terutama sehari setelah Pilpres, yaitu pada tanggal 8 Juli 2009. Seruan-seruan dari para penelpon kepada kandidat yang kalah agar legowo terus menerus berdatangan. Memang, selama ini dalam media masa selalu kekacauan-kekacauan yang disuguhkan dalam acara berita maupun acara diskusi dan sebagainya. Para tim sukses selalu menjelek-jelekkan satu sama lain. Luar biasa politisi-politisi bangsa ini …. Entah apa yang ada dalam pikirannya masing-masing. Jenuh rasanya menonton acara-acara televisi yang berisi tayangan-tayangan politisi yang banyak bicara kosong dan selalu menjejalkan berita-berita dari pikiran-pikiran yang negatif. Sekarang bangsa ini ingin mendengar yang baik-baik.. Bangsa ini pada dasarnya ingin tenteram. Tapi, apakah berita-berita kontroversi itu memang justru yang dicari oleh media masa untuk kepentingan bisnis ? Wallahualam ....
Asal tahu saja, bahwa bangsa kita sedikit demi sedikit mulai mengerti dan dewasa bagaimana menyikapi berita-berita tersebut.
Alhamdulillah, Pilpres berlangsung baik. Apapun hasilnya, itulah yang terbaik Sukses buat panitia Pilpres se Indonesia. Bagi yang kalah memang hendaknya legowo, itu harapan bangsa Indonesia. Tidak mencari-cari kesalahan itu jauh lebih baik. Kedepan, perbaiki kekurangan-kekurangan yang ada sekarang. Bangsa ini tidak ingin mundur. Mari membangun bangsa ini untuk menjadi lebih baik lagi. Semoga Allah selalu bersama dan meridhoi negeri ini.

Senin, 06 Juli 2009

PROSEDUR ....


Senin, tanggal 6 Juli 2009 pukul 17.25. Ketika melewati pos security perumahan tempat kami bernaung, baru kali ini aku mendapat pertanyaan yang serius dari seorang security. Seperti biasa, kejadian yang kualami sehari-hari security memeriksa mobil, menyapa dengan wajah senyum dan ramah tanpa pertanyaan. Selesai memeriksa, berkata “Terimakasih, silahkan bu”. Ini sekurity yang sopan. Kali ini aku mendapat perlakuan berbeda dari seorang security, seakan-akan aku bukan penghuni. Security meneriaki sambil mengetuk kaca depan, dan bertanya dengan nada pongah “ Mana tanda untuk masuk kendaraan ?” Tanpa berkata apapun aku langsung menunjukkan tanda yang tertempel di kaca depan paling atas. ”Bukan itu, itu tanda yang lama”, sambutnya. Kemudian sambil memeriksa mobilku, security itu bertanya kembali, “Apa ibu tinggal di dalam ?” Pertanyaan yang sangat menyebalkan. Bertahun-tahun tinggal di kompleks perumahan sebuah perusahaan dimana tempat suamiku bekerja, baru kali ini aku mendapat pertanyaan seperti itu (artinya agak setengah kasar). “ Ya “, jawabku. “Maaf saya tidak kenal dengan Ibu”, lanjutnya. Aku membuka kacamata hitam yang sedang kupakai. Aku benar-benar kaget dan bingung mau menjawab apa. Kurasakan saat itu darahku memanas dan naik ke wajahku. “Perkenalkan saya ibu …...(kusebutlah nama suamiku)”.Aku mengenalkan diri, karena menurut pengakuannya dia tidak mengenalku. Kupikir jawaban itulah yang paling cocok. Security tersebut menjawab, “Dengan begini saya jadi kenal dan ingat dengan ibu”. Aneh ini orang. Lalu kembali lagi mempermasalahkan tanda masuk yang berupa stiker yang biasanya ditempelkan pada kendaraan roda empat. Ternyata tidak cukup dengan tanda yang lama, harus yang baru. OK, akhirnya aku diperbolehkan masuk. Sesampainya di rumah aku merenung, mengevaluasi dimana letak kesalahan kami sebagai penghuni, yang menurutku rasanya tidak bersalah. Kenapa harus berganti stiker ? Tokh dari stiker lama seharusnya masih ketahuan bahwa kami adalah penghuni. Yang jelas, mau stiker lama, mau stiker baru, tokh sama-sama dikeluarkan oleh perusahaan tersebut. Tidak ada tertulis tanggal validnya kapan. Tapi inilah prosedur. Harus mengikuti prosedur. Hanya saja, manusia bisa menjadi robot karena prosedur. Security itupun tidak salah. Dia hanya menjalankan sebuah prosedur, karena keamanan di tangan mereka.